Langsung ke konten utama

Tumbilotohe, tradisi Gorontalo ratusan tahun.

Tumbilotohe merupakan tradisi masyarakat daerah Gorontalo pada 3 malam terakhir bulan puasa ramadhan. Tradisi ini telah berlangsung selama ratusan tahun sejak abad XV

Tumbilotohe sesuai dengan namanya "tumbilo(=pasang)" dan "tohe(=lampu)", yaitu acara menyalakan lampu. Lampu yg digunakan sekarang adalah lampu minyak (minyak tanah) yg umumnya terbuat dari botol atau kaleng bekas yg bagian tutupnya dipasangi sumbu. Sumbu yg dipakai adalah sumbu kompor (kompor minyak). Konon zaman dulu katanya pake damar, trus ganti jadi minyak kelapa, sekarang minyak tanah(menurut sejarah daerah).

Lampu2 ini di pasang berjejer di depan rumah, di pagar, maupun di pinggir jalan mirip jemuran. Jumlahnya pun beragam, tergantung luas halaman rumah & luas dompet pemilik rumah he..he..(uang buat beli minyak + lampunya). Kalo ada sponsor-nya jangankan halaman rumah, sawah pun dipasangi lampu. Anda bisa bayangkan kalo sawah satu hektar dipasangi lampu tiap 1 meter berarti ada 100 ribu lampu. Tapi anda akan melihat seakan2 ada 200ribu lampu karna ada 100 ribu bayangan lampu di permukaan air (sawah kan ada air-nya) .

Ada beragam versi mengenai latar belakang tradisi ini. Ada yg bilang menyambut malam lailatul qadar supaya orang kagak tidur, tapi beribadah. Ada yang bilang menyambut idul fitri, dan lain2. Apapun alasan-nya, kita pandang saja sebagai "budaya orang gorontalo".(soalnya kalo dikait-kaitkan dengan agama nanti jadi bid`ah)

Tradisi turun temurun ini menjadi ajang hiburan masyarakat setempat. Malam tumbilotohe benar2 ramai, bisa di bilang festival paling ramai di gorontalo. Apalagi kalo diselenggarakan lomba antar kampung atau kecamatan, wah makin ramai tuh. Kalo ada foto udara, anda bisa menyaksikan gorontalo terang bercahaya.

Pengalaman pribadi, di rumah saya biasanya masang 150 buah lampu minyak. siang hari menyiapkan lampu2, kalo ada yg rusak, di perbaiki, kalo nemu kaleng/botol bekas (biasanya kaleng sarden atau botol minuman suplemen) ya di bikin lampu supaya tambah banyak & tambah rame. Biasa-nya nyokap marah2 kalo lampu-nya jadi banyak, soalnya biaya buat beli minyak tanah nanti membengkak ha..ha..ha.. Malam hari jalan2 sekitar kampung, kadang2 naik sepeda atau numpang mobil orang untuk ikut menyaksikan "ilumination" di kampung sebelah, bahkan sampe di kota. Benar2 mengagumkan!! pulang2 biasanya bawa hadiah pakaian sedikit bernuansa hitam berkat asap lampu minyak, kalo anda mengupil (maaf kurang sopan) anda bisa menyaksikan hitam-nya lubang hidung anda he..he..... (polusi udara yg dimaafkan dan disukai)

Namun harga BBM yg mencekik membuat festival Tumbilotohe sekarang tidak se-ramai dulu. Beruntung sekali gua masih sempat merasakan "the real tumbilotohe". Menurut kabar dari harian kompas, hanya sekitar 30 persen warga yg melakoni tradisi tumbilotohe tahun ini. Kasian ya.....mau gimana lagi, buat masak aja susah, apalagi harus masang lampu.

Gimana dong????

saya sih punya usul, gimana kalo lampu minyak ini kita ganti pake listrik. Pake aja LED (light emitting diode). Kenapa LED, ya karna LED tidak perlu power yg gede. cukup dengan tegangan 5 volt udah bisa nyala. Nyala nya terang lagi (apalagi versi terbaru) dan ada pilihan warna. Tapi Gorontalo harus punya pasokan listrik yg cukup. Ini jadi PR pemerintah dan masyarakat nantinya.

He..he.. usul doang sih,
Terakhir......semoga amal ibadah kita di bulan puasa ini diterima olehNya amien.

Kalo pengen lihat foto2nya, klik di sini nih "tumbilotohe"

Komentar

Anonim mengatakan…
Minal Aidin Wal faidzin Scahroel. Happy to read your article about tumbilotohe.You might have known that Tumbilotohe has been recorded in Museum Rekor Indonesia (MURI) year 2006. It should be a good news, right? brilliant..Happy eid Fitri...
sachroel mengatakan…
alhamdulillah, (walaupun gak sempat lihat langsung)
Anonim mengatakan…
alow..sahrol.

salam kenal yah
Ifoell Van Hulondhalo mengatakan…
Salam Kenal.......
Gegesaurus mengatakan…
Tulisannya saya pake buat daftar kebudayaan Indonesia di: http://budaya-indonesia.org
sachroel mengatakan…
sip mas Sigit, silahkan...(sambil terharu tulisan tua saya bisa berguna juga dikit2 he3x.)

Postingan populer dari blog ini

wa ja`alna minal ma`i kulla syai`in hayyin

Dan Kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup." (Q.S. Al-Anbiya:30) Dalam kitab-kitab tafsir klasik, ayat tadi diartikan bahwa tanpa air semua akan mati kehausan. Tetapi di Jepang, Dr. Masaru Emoto dari Universitas Yokohama dengan tekun melakukan penelitian tentang perilaku air. Air murni dari mata air di Pulau Honshu didoakan secara agama Shinto, lalu didinginkan sampai -5oC di laboratorium, lantas difoto dengan mikroskop elektron dengan kamera kecepatan tinggi. Ternyata molekul air membentuk kristal segi enam yang indah. Percobaan diulangi dengan membacakan kata, "Arigato (terima kasih dalam bahasa Jepang)" di depan botol air tadi. Kristal kembali membentuk sangat indah. Lalu dicoba dengan menghadapkan tulisan huruf Jepang, "Arigato". Kristal membentuk dengan keindahan yang sama. Selanjutnya ditunjukkan kata "setan", kristal berbentuk buruk. Diputarkan musik Symphony Mozart, kristal muncul berbentuk bunga. Ketika musik heavy metal diperdengar...

Apel Aomori

Sabtu minggu kemarin, di ajak pak guru bantu2 panen di kebun milik-nya & milik kakak-nya di salah satu daerah di Aomori prefecture (provinsi). Aomori pref. ini merupakan penghasil apel terbesar di Jepang. Sebenarnya Hachinohe (t4 saya skarang) juga bagian dari provinsi ini, tapi jarang ada kebun apel nya. Yang rame itu....di daerah sebelah barat misalnya hirosaki, hirakawa, goshogawara dll. Luas nya minta ampuuuun wekekekek. Kata pak guru, metik apel itu harus hati2, perlakukan seperti telur wekekek......aya' aya' wae. Ya saya sih ikut perintah, diusahakan hati2 seperti megang granat (lebih ngeri dari telur) huahahaha. Panen nya rame2 dengan keluarga besar nya beliau. Lihat dari umur.....banyak yg udah tua, tapi masih kuat kerja. Apa gara2 tiap hari makan apel ya? wekekek. Di perjalanan pulang, ngambil rute lewat gunung sambil menikmati pemandangan musim gugur. Kombinasi kuning & merah daun + langit yg biru.....cuakeppp bennerrr.

Kok disebut "lampu merah" ?

Lampu lalu lintas di perempatan jalan, sering kita sebut "lampu merah". Padahal kan, ada kuning dan hijau nya juga. nggak adil dong he..he..he.. bisa aja kan "lampu kuning" atau "lampu hijau". Kok orang2 nyebut-nya "lampu merah" ? Kira2 kenapa ya? Kalo menurut saya, itu karna "lampu merah" lebih berkesan daripada "lampu hijau" atau "lampu kuning". Maksud saya begini sodara2.... Kalo kita lagi naik motor atau mobil, pas ketemu "lampu merah, kita harus berhenti (kadang2 yg belok kiri gak termasuk)". Walaupun lagi buru2...tetap harus berhenti (khusus yang patuh hi..hi..). Ini yang membuat "lampu merah" itu berkesan bagi orang2 terutama pengguna jalan. Untuk lampu hijau atau kuning kita kan gak perlu berhenti, berarti hampir sama dengan kondisi "gak ada". Ini yg membuat lampu warna hijau dan kuning menjadi tidak/kurang berkesan. Nah bagaimana menurut anda? Ada pendapat lain?